Kata
Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah
tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Latar Belakang
Setelah
kedatangan Islam, terjadi proses penyebaran yang begitu luas. Akibatnya tumbuh
dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam dikepulauan Indonesia. Kerajaan Islam
tersebut tumbuh dan berkembang di daerah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku,
Sulawesi, dan Kalimantan.
Kerajaan
islam di Sumatra yang dimulai dari berita awal abad ke-16 dari Tome Pires dalam
Sume Oriental (1512-1515) mengatakan bahwa Sumatra, terutama disepanjang
pesisir selat Malaka dan pesisir barat Sumatra telah banyak kerajaan islam baik
yang besar maupun yang kecil. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah Aceh, Bican,
Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongakal,
Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau, Tiku, Panchur, dan
Barus.
Tujuan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk
membantu dan mempermudah pembelajaran,
serta melengkapi pematerian.
Mendeskripsikan tentang sejarah
Sultan Malikussaleh dan Kerajaan Islam pada masa itu.
Sejarah Sultan
Malikussaleh (Sultan Malik Al Saleh)
Berdasarkan
berita Marcopolo (th 1292) dan Ibnu Batutah (abad 13). Pada tahun 1267 telah
berdiri kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu kerajaan Samudra Pasai. Hal
ini juga dibuktikan dengan adanya Batu nisan makam Sultan Malik Al Saleh (th
1297) Raja pertama Samudra Pasai.
Kesultanan
Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam,
adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang
lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang.
Kerajaan
Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh Nazimuddin Al Kamil, seorang
laksamana laut Mesir. Pada Tahun 1283 Pasai dapat ditaklukannnya, kemudian
mengangkat Marah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar Sultan Malik Al
Saleh (1285 - 1297). Makam Nahrasyiah Tri Ibnu Battutah, musafir Islam terkenal
asal Maroko, mencatat hal yang sangat berkesan bagi dirinya saat mengunjungi
sebuah kerajaan di pesisir pantai timur Sumatera sekitar tahun 1345 Masehi.
Setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah
Myanmar), Battutah mendarat di sebuah tempat yang sangat subur. Perdagangan di
daerah itu sangat maju, ditandai dengan penggunaan mata uang emas. Ia semakin
takjub karena ketika turun ke kota ia mendapati sebuah kota besar yang sangat
indah dengan dikelilingi dinding dan menara kayu. Kota perdagangan di pesisir
itu adalah ibu kota Kerajaan Samudera Pasai. Samudera Pasai (atau Pase jika
mengikuti sebutan masyarakat setempat) bukan hanya tercatat sebagai kerajaan
yang sangat berpengaruh dalam pengembangan Islam di Nusantara. Pada masa
pemerintahan Sultan Malikul Dhahir, Samudera Pasai berkembang menjadi pusat
perdagangan internasional.
Pelabuhannya
diramaikan oleh pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, Cina, dan Eropa.
Kejayaan
Samudera Pasai yang berada di daerah Samudera Geudong, Aceh Utara, diawali
dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di daerah Peurelak, seperti Rimba
Jreum dan Seumerlang. Sultan Malikussaleh adalah salah seorang keturunan
kerajaan itu yang menaklukkan beberapa kerajaan kecil dan mendirikan Kerajaan
Samudera pada tahun 1270 Masehi.Makam Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdul Kadir
Ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri dari kerajaan Islam Peureulak.
Dari pernikahan itu, lahirlah dua putranya yang bernama Malikul Dhahir dan
Malikul Mansyur. Setelah keduanya beranjak dewasa, Malikussaleh menyerahkan
takhta kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia mendirikan kerajaan baru
bernama Pasai. Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir menggabungkan kedua
kerajaan itu menjadi Samudera Pasai.
Dalam
kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul Dhahir
sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian
kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul
Dhahir tidak pernah bersikap jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang
raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di
atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.
Dengan
cermin pribadinya yang begitu rendah hati, raja yang memerintah Samudera Pasai
dalam kurun waktu 1297- 1326 M ini, pada batu nisannya dipahat sebuah syair
dalam bahasa Arab, yang artinya, ini adalah makam yang mulia Malikul Dhahir,
cahaya dunia sinar agama. Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16,
Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan
bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie, Pasai menjadi pusat
perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor
utama.
Saat
itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap
tahunnya, selain komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang
didatangkan dari daerah pedalaman. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang
maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang
sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal sebagai
uang dirham.
Hubungan
dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari
Jawa ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat kedudukan yang
istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran
cukai.Perdagangan Selain sebagai pusat perdagangan, Pasai juga menjadi pusat
perkembangan Islam di Nusantara. Kebanyakan mubalig Islam yang datang ke Jawa
dan daerah lain berasal dari Pasai.
Eratnya
pengaruh Kerajaan Samudera Pasai dengan perkembangan Islam di Jawa juga
terlihat dari sejarah dan latar belakang para Wali Songo. Sunan Kalijaga
memperistri anak Maulana Ishak, Sultan Pasai. Sunan Gunung Jati alias
Fatahillah yang gigih melawan penjajahan Portugis lahir dan besar di Pasai.
Laksamana Cheng Ho tercatat juga pernah berkunjung ke Pasai. Situs Kerajaan
Islam Samudera Pasai ini sempat sangat terkenal di tahun 1980-an, sebelum
konflik di Aceh semakin memanas dan menyurutkan para peziarah. Menurut Yakub,
juru kunci makam Sultan Malikussaleh, nama besar sang sultan turut mengundang
rasa keingintahuan para peziarah dari Malaysia, India, sampai Pakistan.
"Negara-negara itu dulunya menjalin hubungan dagang dengan Pasai,"
tutur Yakub. Sejarah Pasai yang begitu panjang masih bisa ditelusuri lewat
sejumlah situs makam para pendiri kerajaan dan.
keturunannya
di makam raja-raja itu. Makam itu menjadi saksi satu-satunya karena peninggalan
lain seperti istana sudah tidak ada. Makam Sultan Malikussaleh dan cucunya,
Ratu Nahrisyah, adalah dua kompleks situs yang tergolong masih terawat.
makam
Malikal Zahir Menurut Snouck Hurgronje, hubungan langsung Arab dengan Indonesia
baru berlangsung abad 17 pada masa kerajaan Samudra Pasai, Banten, Demak dan
Mataram Baru. Samudra Pasai sebelum menjadi kerajaan Islam merupakan kota
pelabuhan yang berada dalam kekuasaan Majapahit, yang pada masa itu sedang
mengalami kemunduran. Setelah dikuasai oleh pembesar Islam, para pedagang dari
Tuban, Palembang, malaka, India, Cina dan lain-lain datang berdagang di Samudra
Pasai. Menurut Ibnu Batutah: Samudera Pasai merupakan pelabuhan terpenting dan
Istana Raja telah disusun dan diatur secara indah berdasarkan pola budaya
Indonesia dan Islam.
Kehidupan
masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam.
Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagiab
besar memeluk agama Islam. Raja raja Pasai membina persahabatan dengan Campa,
India, Tiongkok, Majapahit dan Malaka. Pada tahun 1297 Malik Al saleh
meninggal, dan digantikan oleh putranya Sultan Muhammad (th 1297 – 1326) lebih
dikenal dengan nama Malik Al Tahir, penggantinya Sultan Ahmad (th 1326 – 1348),
juga pakai nama Malik Al Tahir, penggantinya Zainal Abidin. Raja Zainal Abidin
pada tahun 1511 terpaksa melarikan diri dan meninggalkan tahtanya berlindung di
Majapahit, karena
masih
saudara raja Majapahit. Hal ini berarti hubungan kekerabatan Raja Samudra Pasai
dengan Raja Majapahit terbina sangat baik, menurut berita Cina disebutkan
pertengahan abad 15, Samudra Pasai masih mengirimkan utusannya ke Cina sebagai
tanda persahabatan.makam Naina Hisana bin Naina Fatahilah, ulama terkemuka
Pasai menikah dengan adik Sultan Trenggono(raja Demak/adik Patih Unus/anak
Raden Patah). Fatahilah berhasil merebut Sunda Kelapa (22 Juni 1522) berganti
nama menjadi Jayakarta, juga Cirebon dan Banten.
Kesimpulan
Kerajaan
Samudra Pasai muncul pada abad ke 13 Masehi ketika Kerajaan Sriwijaya hancur.
Kota Kerajaan di sebut Pasai, sekarang ini letaknya di Desa Beuringen Kec.
Samudera Geudong Kab. Aceh Utara Provinsi Aceh. Wilayah Kekuasaan Kesultanan
Pase (Pasai) pada masa kejayaannya sekitar abad ke 14 terletak di daerah yang
diapit oleh dua sungai besar di pantai Utara Aceh, yaitu sungai Peusangan dan
sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah daerah aliran sungai
yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab.
Aceh
Tengah daerah yang pertama kali disinggahi oleh orang-orang Islam adalah
pesisir Samudera. Penyebabnya terdiri dari para mubaligh dan saudagar Islam
yang datang dari Arab, Mesir, Persia dan Gujarat. Para saudagar ini banyak
dijumpai di beberapa pelabuhan di Sumatera yaitu di Barus yang terletak di
pesisir Barat Sumatera, Lamuri di pesisir Timur Sumatera dan di pesisir lainnya
seperti di Perlak,yaitu sekitar tahun
674 Masehi.
Kehadiran
agama Islam di Pasai mendapat tanggapan yang cukup berarti di kalangan
masyarakat. Di Pasai agama Islam tidak hanya diterima oleh lapisan masyarakat
pedesaan atau pedalaman malainkan juga merambah lapisan masyarakat perkotaan.
No comments:
Post a Comment