Ketika Kerajaan Majapahit
mulai mengalami kemunduran, banyak para adipati yang berada di pesisir pantai
utara Pulau Jawa melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit. Para adipati yang sudah mendapat pengaruh Islam itu
membentuk persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah Kerajaan Majapahit
Runtuh, berdirilah Kerajaan Demak sebagai Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.
a. Letak Kerajaan
Kerajaan Demak merupakan
Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Secara geografis Kerajaan Demak terletak
di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat
bantuan dari para Bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah
menganut agama Islam.
Pada masa sebelumnya, daerah
Demak bernama Bintaro yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan
Majapahit. Kekuasaan pemerintahannya diberikan kepada Raden Patah (dari
Kerajaan Majapahit) yang ibunya menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa
(daerah Pasai).
b. Kehidupan
Politik
Ketika Kerajaan Majapahit
mulai mundur, banyak bupati yang ada di daerah pantai utara Pulau Jawa
melepaskan diri. Bupati-bupati itu membentuk suatu persekutuan di bawah
pimpinan Demak. Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, berdirilah Kerajaan Demak
sebagai Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah
Kerajaan Demak adalah sebagai berikut.
1. Raden Patah
Menurut Kitab Babad Tanah
Jawi, Raden Patah adalah keturunan raja terakhir Kerajaan Majapahit, yaitu Raja
Brawijaya V dan seorang putri dari Cina. Setelah dewasa, Raden Patah diangkat
oleh Kerajaan Majapahit menjadi raja bawahan di Bintoro (Demak) dengan gelar
Sultan Alam Akbar al-Fatah.
Setelah Kerajaan Majapahit
mengalami kemunduran, demak melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Kemudian
Raden Patah mendirikan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Setelah Kerajaan
Majapahit dihancurkan oleh Demak, pusat pemerintahan dipindahkan ke Demak.
Peristiwa itu ditandai dengan pemindahan seluruh pusaka peninggalan Kerajaan
Majapahit ke Bintoro. Peristiwa itu sekaligus menegaskan bahwa Kerajaan Demak
merupakan ahli waris Kerajaan Majapahit. Sebagai ahli waris dari Kerajaan
Majapahit, Demak berhak atas bekas wilayah taklukan Majapahit.
Raden Patah memerintah Demak
dari tahun 1500-1518. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak berkembang
dengan pesat, karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil
bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu, Kerajaan Demak menjadi kerajaan
agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain
beras, lilin, dan madu. Barang-barang itu di ekspor ke Malaka, Maluku dan
Samudera Pasai.
Pada masa pemerintahan Raden
Patah, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban,
Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Disamping
itu, Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara,
Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan transito
(penghubung).
Kerajaan Demak berkembang
sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Jasa para wali
dalam penyebaran agama Islam sangat besar, baik di Pulau Jawa maupun di
daerah-daerah di luar Pulau Jawa, seperti di daerah Maluku yang dilakukan oleh
Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur yang dilakukan oleh seorang penghulu
dari Demak yang bernama Tunggang Pangeran.
Pada masa pemerintahan Raden
Patah, dibangun Masjid Demak yang proses pembangunan Masjid itu dibantu oleh
para wali atau sunan.
Ketika Kerajaan Malaka jatuh
ke tangan Portugis tahun 1511 M, hubungan Demak dan Malaka terputus. Kerajaan
Demak merasa dirugikan oleh Portugis dalam aktivitas perdagangan. Oleh karena
itu, tahun 1513 Raden Patah memerintahkan Adipati Unus memimpin pasukan Demak
untuk menyerang Portugis di Malaka. Serangan itu belum berhasil, karena pasukan
Portugis jauh lebih kuat dan persenjataannya lengkap. Atas usahanya itu Adipati
Unus mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor.
2. Dipati Unus
Setelah Raden Patah wafat,
tahta Kerajaan Demak dipegang oleh Adipati Unus. Ia memerintah Demak dari tahun
1518-1521 M. Masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama, karena ia
meninggalkan seorang putra mahkota. Walaupun usia pemerintahannya tidak begitu
lama, namun namanya cukup dikenal sebagai panglima perang yang memimpin pasukan
Demak menyerang Portugis di Malaka, Adipati Unus dijuluki Pangeran Sebrang Lor
atas usahanya melawan Portugis belum berhasil. Setelah Adipati Unus meninggal,
tahta Kerajaan Demak dipegang oleh saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana.
Setelah ia wafat, terjadi
kemelut politik di Kerajaan Demak. Kemelut itu disebabkan oleh persaingan
antara kedua adiknya, Pangeran Sekar Sedo Lepen dan Pangeran Trenggono. Di
tengah persaingan, Pangeran Sekar Sedo Lepen dibunuh oleh Sunan Prawoto, putra
Pangeran Trenggono. Tewasnya Pangeran Sekar Sedo Lepen melapangkan jalan bagi
Pangeran Trenggono untuk naik takhta Kerajaan Demak.
3. Sultan
Trenggono
Sultan Trenggana memerintah
Demak dari tahun 1521-1546 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai
masa kejayaan. Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga
ke daerah Jawa Barat. Pada tahun 1522 M Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke
Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan). Daerah-daerah yang
berhasil dikuasainya anatara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.
Penguasaan Terhadap Daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara
Portugis dan Kerajaan Pajajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada
Demak pimpinan Fatahillah. Dengan kemenangan itu, Fatahillah mengganti nama
Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang
terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari
jadi kota Jakarta.
Dalam usaha memperluas
kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu
persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai, seperti Madiun, Gresik, Tuban
dan Malang. Akan tetapi ketika menyerang Pasuruan (1546) Sultan Trenggana
gugur.
Dibawah pemerintahan Sultan
Trenggono, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya. Ia menjadikan Demak
sebagai pusat kekuasaan di Jawa. Ia pun menjadikan Demak sebagai salah satu
pusat penyebaran agama Islam di Nusantara.
Guna menjadikan Demak sebagai
kekuasaan di Jawa, Sultan Trenggono menaklukkan daerah pantai utara Jawa. Selain
itu juga, Sultan Trenggono membantu penyebaran agama Islam dan pendirian
Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan. Sebagai usaha agar Demak menjadi salah
satu pusat penyebaran agama Islam.
Di bawah pemerintahan Sultan
Trenggono, kekuasaan Demak meliputi sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
sebagian Jawa Timur. Penaklukkan persisir utara Jawa Barat dilakukan oleh
Fatahillah, salah seorang panglima Kerajaan Demak. Setelah Sultan Trenggono
wafat, kembali terjadi persaingan politik antara keluarga Pangeran Sekar Sedo
Lepen dan keluarga Sultan Trenggono. Kekacauan yang terjadi di pusat mendorong
para adipati wilayah taklukan memerdekakan diri. Di tengah kemelut politik yang
berlarut-larut, muncullah Joko Tingkir mengatasi keadaan. Ia berhasil meredam
pemberontakkan Ario Penangsang. Putra Pangeran Sekar Sedo Lepen itu tewas
dibunuh panglima perang Kerajaan Pajang yang bernama Sutawijaya. Peristiwa itu
menandai berakhirnya Kerajaan Demak dan sekaligus mengawali berdirinya Kerajaan
Pajang.
c. Kehidupan
Sosial
Kehidupan sosial masyarakat
Kerajaan Demak tidak jauh berbeda dengan kehidupan soaial pada masa Kerajaan
Majapahit. Para masa kekuasaan Kerajaan Demak, kehidupan sosial
masyarakat telah diatur sesuai dengan ajaran Islam. Di samping itu, masih ada
pula masyarakat yang masih menjalankan tradisi lama. Dengan demikian, muncullah
kehidupan sosial masyarakat yang merupakan perpaduan antara agama Islam dan
tradisi lama (Hindu-Budha).
d. Kehidupan
Ekonomi
Kehidupan perekonomian
Kerajaan Demak menitik beratkan pada sektor perdagangan dan pertanian. Letak
Kerajaan Demak sangat strategis, yaitu berada pada jalur lalu lintas pelayaran
dan perdagangan antara penghasil rempah-rempah di
wilayah Indonesia bagian Timur dan Malaka sebagai pasar di Indonesia bagian
barat.
Perekonian Kerajaan Demak
berkembang dengan pesat dalam dunia maritim, hal itu didukung oleh sektor
pertanian yang cukup besar. Di samping itu, Kerajaan Demak juga mengusakan
kerja sama dengan daerah di pantai utara Jawa yang telah menganut agama Islam
sehingga tercipta persekutuan di bawah pimpinan Demak.
Kerajaan Demak memiliki daerah
pertanian yang sangat luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras.
Oleh karena itu, kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris. Maritim sebagai
kerajaan maritim, Demak menjalankan fungsinya sebagai penghubung dan transito
antara daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia bagian timur dengan Malaka
sebagai pasaran Indonesia bagian barat.
e. Kehidupan
Budaya
Pada waktu Kerajaan Demak
berkuasa, agama Islam berkembang dengan pesat di Pulau Jawa. Perkembangan agama
Islam didukung oleh para wali (ulama). Di antara para wali yang dijadikan
sebagai penasihat di Demak adalah Sunan Kalijaga. Salah satu peninggalan
kebudayaan Kerajaan Demak adalah Masjid Agung Demak yang terkenal dengan salah
satu tiangnya yang terbuat dari pecahan kayu (tatal). Oleh karena itu, tiang
tersebut diberi nama saka tatal. Pembangunan Masjid dipimpin oleh Sunan
Kalijaga. Di pendopo Masjid itulah Sunan Kalijaga meletakkan dasar-dasar perayaan
Sekaten. Tujuannya adalah untuk menyebarkan tradisi Islam. Tradisi itu sampai
sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Surakarta.
Keruntuhan
Demak
Setelah Sultan Trenggana
wafat, terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak, antara Pangeran Sekar
Seda ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana). Pangeran Sekar Seda
ing Lepen dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto.
Putra Sekar Seda ing Lepen
yang bernama Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas kematian ayahnya dengan
membunuh Sunan Prawoto. Selain Sunan Prawoto, Arya Penangsang juga membunuh
Pangeran Hadiri (suami Ratu Kali Nyamat, adik Sunan Prawoto). Pangeran Hadiri
dianggap sebagai penghalang Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak.
Selanjutnya Arya Penangsang
dibunuh oleh Ki Jaka Tingkir yang dibantu oleh Kiyai Gede Pamanahan dan
putranya Sutawijaya, serta Ki Penjawi. Jaka Tingkir naik tahta dan penobatannya
dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Hadiwijaya
serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang.
LETAK KERAJAAN DEMAK
Kerajaan Demak yang
didirikan pada tahun 1475 M merupakan kerajaan Islam pertama sekaligus yang
terbesar yang terdapat di pulau Jawa. Kerajaan Demak terletak pada lokasi
yang sangat strategis sehingga memiliki pengaruh yang cukup signifikan di
wilayah nusantara pada saat itu. Kerajaan ini terletak di tepi laut,
spesifiknya di antara pelabuhan Bergota (pada masa itu merupakan pelabuhan dari
kerajaan Mataram Kuno dan Jepara) sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal
dagang dari berbagai wilayah. Selain karena posisi yang strategis ini, kerajaan
Demak pada masa itu juga memiliki daerah pertanian yang cukup luas sehingga
mampu menjadikan kerajaan ini sebagai salah satu kerajaan yang memiliki peranan
besar dalam aktivitas perekonomian antar pulau.
AWAL BERDIRI DAN SILSILAH
KERAJAAN DEMAK
Kerajaan Demak
didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1475 M. Sebelum menjadi sebuah kerajaan,
Demak sebenarnya merupakan bagian dari kerajaan Majapahit, yaitu sebagai sebuah
Kadipaten dengan Raden Patah sebagai Adipatinya. Namun, pada masa dimana
kerajaan Majapahit mengalami kemunduran, Demak yang dipimpin oleh Raden Patah
dibantu para pengikutnya mulai memberontak dan perlahan memisahkan diri dari
kerajaan Majapahit, dengan puncaknya terjadi ketika Demak menyerang Majapahit
dan kemudian berdirilah Kerajaan Demak dengan Raden Patah sebagai raja pertama.
Raden Patah yang juga dikenal dengan nama Penambahan Timbun berhasil memimpin
kerajaan Demak menjadi salah satu kerajaan terbesar di pulau Jawa setelah
runtuhnya kerajaan Majapahit. Namun pada tahun 1507 M Raden Patah turun tahta
dan digantikan oleh putranya yaitu Pati Unus yang memimpin kerajaan Demak
hingga tahun 1521 M sebelum beliau wafat dan digantikan oleh adiknya yang bernama
Sultan Trenggana, dimana pada masa kepemimpinan Sultan Trenggana inilah
kerajaan Demak berhasil mencapai puncak kejayaannya. Pada masa tersebut
kerajaan Demak berhasil menguasai Banten, Sunda Kelapa (Jayakarta) dan Cirebon.
Selain itu, mereka juga berhasil menyerang Portugis dan mematahkan hubungan
Portugis dengan beberapa kerajaan, sehingga semua kerajaan di wilayah pantai
utara Jawa tunduk pada Kerajaan Demak. Kerajaan Demak juga berperan penting
dalam penyebaran syiar Islam pada masa itu. Dengan dukungan para Wali Songo
mereka berhasil menjadi pusat penyebaran syiar Islam pada masa itu. Namun
setelah Sultan Trenggana wafat pada tahun 1546, kerajaan Demak mulai diterpa
konflik internal. Terjadi perebutan kekuasaan di antara sesama anggota keluarga
kerajaan. Putra tertua Sultan Trenggana yaitu Sunan Prawata yang seharusnya
menjadi ahli waris, dibunuh oleh Arya Penangsang yang kala itu menjadi Bupati
Jipang, dan setelah itu ia menguasai tahta kerajaan Demak. Namun kemudian
pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang didukung oleh keluarga kerajaan yang
tidak setuju atas tahta kerajaan yang dipegang oleh Arya Penangsang berhasil
mengalahkan Arya Penangsang, sehingga berpindahlah tahta kerajaan Demak ke
tangan Jaka Tingkir. Sejak saat itu, ibukota kerajaan Demak yang berada di
Bintoro dipindahkan ke wilayah Pajang.
KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN PENINGGALAN KERAJAAN DEMAK
Pada masa
keemasannya, kerajaan Demak menjadi salah satu wilayah yang menjadi pusat
perekonomian di tanah air terutama dalam hal perdaganngan maritim. Banyak
kapal-kapal barang yang membawa berbagai komoditas berlabuh di wilayah
tersebut, keuntungan ini mampu dimanfaatkan dengan sangat baik oleh kerajaan
Demak. Selain dari segi perdagangan maritim, wilayah kerajaan Demak juga
memiliki lahan pertanian yang sangat luas sehingga mereka mampu menghasilkan
berbagai jenis bahan makanan. Dari segi kehidupan sosial budaya, masyarakat
Demak juga memiliki kehidupan yang sangat baik dan teratur. Dengan kehadiran
para Wali Songo, mereka mampu menerapkan hukum syariat Islam dengan baik
sebagai pedoman kehidupan mereka. Masjid Agung Demak yang merupakan lambang
kebesaran kerajaan Demak merupakan peninggalan sejarah sekaligus bukti
bagaimana kokohnya syariat Islam di kerajaan Demak. Selain Masjid Agung Demak,
berikut beberapa peninggalan sejarah dari kerajaan Demak :
1. Masjid Agung Demak
Masjid ini dibangun
oleh para Wali Songo pada tahun 1479 dan masih beridiri dengan kokoh hingga
saat ini. Selain menjadi lambang kebesaran kerajaan pada masa itu, berbagai
filosofis dan keunikan arsitektur yang terdapat di dalam Masjid Agung Demak ini
juga merupakan salah satu bukti bagaimana kerajaan Demak menjadi pusat
penyebaran dan perkembangan agama Islam di Jawa pada masa itu.
2. Bedug dan Kentongan
Kedua alat ini juga
merupakan peninggalan yang bersejarah dari kerajaan Demak. Pada masanya, bedug
dan kentongan ini dipakai oleh masyarakat kerajaan Demak untuk memanggil
orang-orang agar segera beranjak ke masjid untuk melaksanakan shalat 5 waktu
setelah dikumandangkannya adzan.
3. Dampar Kencana
Dampar Kencana
awalnya merupakan tempat singgasana para raja pada masa itu. Namun kemudian Dampar
Kencana ini dipindahkan ke masjid Agung Demak dan dialih fungsikan menjadi
mimbar khatib. Damapar Kencana ini masih ada dan terawat rapi hingga saat ini
di dalam Masjid Agung Demak.
4. Piring Campa.
Piring Campa adalah
piring pemberian dari ibu Raden Patah yang merupakan seorang putri dari Campa.
Piring yang berjumlah 65 buah ini, hingga saat ini terpajang sebagai hiasan di
dinding Masjid Agung Dem
SENJATA PENINGGALAN KERAJAAN DEMAK
Ilustrasi Kanjeng Kyai Ageng Kopek yang merupakan
pusaka keris utama di lingkungan Kraton Yogyakarta (mediaindonesia.com)
Indonesia
mempunyai beberapa macam pusaka, salah satunya keris. Keris yang merupakan
warisan budaya dunia ini memiliki kedudukan yang terhormat oleh
masyarakat Jawa. Hampir setiap orang Jawa dahulu memiliki keris sebagai pusaka
sekaligus identitas status sosial. Keris juga dipercaya mampu meningkatkan
pamor pemiliknya. Selain keris, ada tombak pusaka yang juga menjadi senjata
pusaka pada zaman dahulu.
Dari
sekian banyak benda pusaka yang ada. Terdapat beberapa benda pusaka yang
melegenda, baik itu dari cerita maupun kekuatan yang tersimpan didalam
senjata pusaka tersebut. Pusaka itu merupakan peninggalan dari tokoh-tokoh
Mataram yang kini tersimpan di Kraton Yogyakarta. Berikut 4 pusaka yang sakti
peninggalan Mataram yang dipercaya memiliki kekuatan besar :
1. Kyai
Ageng Kopek Kanjeng
Kanjeng
Kyai Ageng Kopek merupakan pusaka keris utama di lingkungan Kraton Yogyakarta.
Pusaka ini hanya dipegang oleh Sultan yang tengah bertahta di Kraton
Yogyakarta.Keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dipakai sejak Hamengkubuwono I hingga
Hamengkubuwono X, pusaka ini selalu menyertain Raja semenjak keberadaan Belanda
hingga Mataram bersatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengusir
pemerintah kolonial Belanda. Keris ini adalah atribut atau simbol atas peran
Sultan sebagai pemimpin spiritual dan kerajaan atau negara
2.
Kanjeng Kyai Joko Piturun
Ilustrasi Keris Kanjeng Kyai Joko Piturun yang cuma
diberikan ke putra mahkota Kraton Yogyakarta (http://www.harianjogja.com/)
Pusaka
ini berada pada urutan kedua dunia keris di lingkungan Krato Yogyakarta. Kanjeng
Kyai Joko Piturun akan diberikan kepada putra mahkota Kraton Yogyaarta. Konon
keris ini pernah dimiliki Sunan Kalijaga dan ditempa oleh pandai besi kenamaan
di Kerajaan Demak.
3.
Kanjeng Kyai Pleret
Pusaka ini merupakan tombak milik Danang Sutowojoyo
atau Panembahan Senopati pendiri Kraton Mataran yang sekarang menjadi Kraton
Yogyakarta. Konon ceritanya Kanjeng Kyai Pleret berawal dari air mani Syeh
Maulana Maghribi. Pada saat itu Syeh Maulana Maghribi tidak sengaja melihat
adik perempuan Sunan Kalijaga, yaitu Rasa Wulan yang sedang mandi di Sendang
Beji. Air mani Syeh Maulana Maghribi kemudian menetes ke air sendang hinga Rasa
Wulan menjadi hamil. Tetesan lainnya tiba-tiba mengeras dan kemudian berubah
wujud menjadi mata tombak yang dinamai Kanjeng Kyai Pleret.
4. Kanjeng Kyai Baru Klinting
Tombak Kanjeng Kyai Baru Klinting yang dipercaya
terbuat dari lidah naga (http://www.gudangpusaka.com/)
Pusaka ini juga berupa tombak yang pernah digunakan
abdi dalem bernama Ki Nayadarma untuk menumpas pemberontakan yang dipimpin
Adipati Pati Pragola. Tombak ini berasal dari lidah seekor naga yang dipotong
oleh Panembahan Merbabu kakek ki Ageng Mangir.
Cerita
ini berawal dari Ki ageng Mangir yang menghukum anaknya Baru Klinting yang
berwujud naga untuk melingkari Gunung Merapi. Akan tetapi, kurang sedikit lagi
Baru Klinting menjulurkan lidahnya. Hal itu yang membuat Ki Ageng Mangir
memotong lidah Baru Klinting dan kemudian menjadi sebuah mata to
No comments:
Post a Comment