Ali Hasjmy: Bukan salah bunda mengandung, Buruk suratan tangan sendiri, Sudah nasib, sudah untung, Hidup malang hari ke hari.
Beri hamba sedekah, o tuan,
Belum makan dari pagi,
Tolonglah patik, wahai tuan,
Seteguk air, sesuap nasi.
Beri hamba sedekah, o tuan,
Belum makan dari pagi,
Tolonglah patik, wahai tuan,
Seteguk air, sesuap nasi.
Lihatlah, tuan, nasib kami,
Tiada sanak, tiada saudara,
Pakaian di badan tidak terbeli,
Sepanjang jalan meminta-minta.
Tiada sanak, tiada saudara,
Pakaian di badan tidak terbeli,
Sepanjang jalan meminta-minta.
Lihatlah, tuan, untung kami,
Pondok tiada, huma tiada,
Pakaian di badan tidak terbeli,
Sepanjang jalan meminta-minta.
Pondok tiada, huma tiada,
Pakaian di badan tidak terbeli,
Sepanjang jalan meminta-minta.
Bukan salah bunda mengandung,
Buruk suratan tangan sendiri,
Sudah nasib, sudah untung,
Hidup malang hari ke hari.
Buruk suratan tangan sendiri,
Sudah nasib, sudah untung,
Hidup malang hari ke hari.
O, tuan, jangan kami dicibirkan,
Jika sedekah tidak diberi,
Cukup sudah sengsara badan,
Jangan lagi ditusuk hati…
Jika sedekah tidak diberi,
Cukup sudah sengsara badan,
Jangan lagi ditusuk hati…
ALI HASJMY
Prof. Ali Hasjmy (nama lahir: Muhammad Ali Hasyim) alias Al Hariry, Asmara Hakiki dan Aria Hadiningsun lahir di Idi Tunong, Aceh, 28 Maret 1914 – meninggal 18 Januari 1998 pada umur 83 tahun adalah sastrawan, ulama, dan tokoh daerah Aceh. Beliau adalah Gubernur Daerah Istimewa Aceh ke-6 yang menjabat pada 1957 – 1964.
Menurut Sapardi Djoko Damono dalam Esainya yang berjudul “Kritik Sosial Dalam Sastra Indonesia: Lebah Tanpa Sengat” sajak “Pengemis” ini ditulis oleh Prof. Ali Hasjmy pada zaman penjajahan Belanda. Hingga tahun 1950-an sajak ini kerap diajarkan di sekolah-sekolah pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
No comments:
Post a Comment