Pembantaian
Terhadap Tengku Bantaqiyah dan Muridnya di Aceh (1999)
Beutong Ateuh
sebuah wilayah dalam kabupaten Aceh Barat, Meulaboh sebagai kota kabupaten.
Pada daerah inilah berdiri sebuah pesantren pada tahun 1982 yang dipimpin oleh
seorang Kyai bernama Tengku Bantaqiah. Abu Bantaqiyah begitu para mudirnya
memanggilnya adalah seorang alim ulama yang segani dan dihormati keberadaanya.
Tak heran bila dikalangan masyarakat Aceh sendiri beliau ditokohkan, mengingat
begitu banyak masyarakat Aceh yang belajar agama di pesanteren yang ia pimpin.
Murid-muridnya yang berasal dari pelosok daerah Aceh ini, diajarkan pendidikan
agama langsung dari beliau dan dibantu oleh seorang kepercayaannya. Aktivitas
belajar mengajar dilakukan pada areal yang ia miliki yang berada ditepi sungai
beutong. Murid-murid yang berjumlah ratusan ini, selain beljar mereka bercocok
tanam seperti nila dan lain sebaginya. Dari hasil pertanian ini mereka bahu
membantu untuk menghidupkan aktivitas sehari-harinya. Selin murid-murid menetap
di pesantern ini, masih ada lagi murid-murid yang tinggal hanya pada saat
mereka beribur dari kerja atau sekolah dan jumlah lebih banyak daripada yang
menetap (jumlahnya dalah gitungan ribuan). Tak heran bila banyak murid-murid
beliau yang tersebar di segenap penjuru Aceh.
Tengku
Bantaqiah yang pernah menolak untuk bergabung dengan Majelis Ulama Indonesia
cabang Aceh ini, sekali waktu turung gunung untuk mempersoalkan kemaksiatan di
Aceh, dan akhirnya ia dituduh sebagai orang yang memiliki ajaran sesat. Hal ini
beliau lakukan pada tahun 1988 dengan beberapa anak muridnya dengan menamakan dirinya
Anggota Jubah Putih. Untuk melunakkan hatinya pemerintah daerah Aceh melalui
gubernur memberikan bantuan guna membangun sebuah pesantren. Namun rumah
pesantren ini, gedung yang sudah terbangun di kecamatan beutong, mereka tolak
karena lokasinya jauh dari tempat pesantren mereka. Dengan menolak pemberian
ini, Tengku Bantaqiah menjadi orang yang sangat tidak sekuler dikalangan
birokrat Aceh pada waktu itu. Sehingga pada tahun 1992 dengan suruhan sebagai
Mentri Urusan Pangan Cerakan Aceh Merdeka, beliau dijebloskan dalam tahanan
dengan masa tahanan 20 tahun lamanya. Namun saat presiden ke tiga Indonesia (BJ
Habibie) hadir di Banda Aceh, atas permintaan warga masyarakat Aceh, Habibie
melepaskan Tengku Bantaqiah.
Aktivitas Pesantren
Sebagaimana
layaknya kehidupan sebuah pesantren, aktivitas di pesantren Tengku Bantaqiah
sangat diwarnai dengan suasana Religius yang sangat mendalam. Hal ini dapat
terlihat dari aktivitas sehari-hari mulai dari ibadah sholat Shubuh dipgi hari
dilanjutkan degan Szikir kemudian para santri bermujahadah sambil melakukan
kegiatan-kegiatan lainnya seperti bertani, bercocok tanam, kerja
baktimeperbaiki lingkungan sekitarnya. Kegiatan bermujahadah bagi pesantern
Tengku Bantaqiah adalah merupakan satu kekuatan religius yang sangat vital
dalam upaya pembentukan tingkat ketaqwaan para muridnya.
Kalaupun ada yang
berbeda dari pesantren ini yaitu terlihat bahwa sebagian besar murid-muridnya
adalah mereka yang pernah melakukan tindakan-tindakan amoral di masyarakat
seperti mabuk-mabukan, mencuri dan tindakan-tindakan kriminalisasi lainnya.
Menurut Tengku Bataqiah, untuk apa mengajaka orang yang sudah ada didalam
mesjid, justru mereka yang masih di luar mesjidlah yang harus kita ajak. Jumlah
santri yang pernah menuntut ilmu di pesantren Tengku Bantaqiah ini tercatat
lebih kurang 30.000 orang yang tersebar di berbagai tempat, bukan hanya di
Aceh, tapi juga Medan , Jakarta , bahwakan sampai ke Malaysia . Lulusan
Pesantren Bntaqiah hdup dan bekrja dalam aktivitas-aktivitas yang beragam,
mulai petani, pedagang, pegawai swasta dan pegawai negeri, bahkan anggota TNI.
Hal ini menunjukkan bahwa Tengku Bantaqiah tidak pandang bulu dalam menerima
murid.
Kini setelah ulama
kharismatik tersebut telah tiada, pesantren yang diharapkan dapat melahirkan
pemimpin umat, untuk sementara ini kesulitan untuk melanjutkan aktivitas
sehari-harinya, karena alat-alat Bantu pengajaran seperti, al-qur'an, kitab
kuning, surat-surat yassin habis dibakar oleh pasukan tersebut. Hal ini tentara
lakukan ersamaan dengan dibakarnya pakian, KTP, dan barang-barang lain milik
Tengku dan muridnya yang tewas pada saat itu. Kini tempat yang jauh dari
keramaian ini memubat masyarakat Aceh untuk saat ini enggang untjk bergurau
kembali di lebah yang hijau ini, mengingat peristiwa tersebut adalah peristiwa
yang cukup membuat mereka terluka untuk selama-lamanya.
Kronologi Pembantaian
Kamis 22 Juli
1999 :
Pasukan
TNI yang terdiri dari Kostrad, brimob, dan lain sebaginya mendirikan
tenda-tenda diseputar pegunungan beutong Ateuh. Saat itu warga desa telah
mengetahui akan keberadaan mereka, namun warga tidak mengetahui tujuan dari
didirikannya tenda-tenda tersebut. Pada saat itu juga telah terjadi penembakan
terhadap warga yang sedang mencari udang. Peristiwa ini mengakibat satu orang
terluka sedangkan yang melarikan diri ke hutan sekitarnya.
Jum'at 23 Juli
1999 :
Ø Pukul 08.00
pasukan TNI mengamati pesantren Tengku Bantaqiah dari seberang sungai.
Ø Pukul 09.00
pasukan TNI melakukan pembakaran ruma penduduk yang letaknya kira-kira 100
meter disebelah Timur pesantren Tengku Bantaqiah.
Ø Pukul 10.00
Pasukan tersebut mulai mendekati pesantren Tengku Bantaqiah.
Ø Pukul 11.00
Pasukan TNI yang berseragam dan mengenakan senjata lengkap dan sebagian dari
mereka menutupi wajahnya dengan cat hitam dan hijau. Mulai memasuki wilayah
pesantren.
Ø Pukul 11.30
Pasukan tersebut dengan mencaci maki dan menghujat Tengku Bantaqiah agar Tengku
Bantaqiah mau segera menemui mereka. Dikarenakan pada waktu itu hari Jum'at dan
sudah menjadi kebiasaan di pesantren, para santri - berkumpul di pesantren yang
memiliki dua lantai yang terbuat dari papan dan kayu balok tetap melakukan
seperti biasanya. Setelah cukup lama tengku Bantaqiah turun bersama dengan
seorang muridnya untuk menemui pasukan tersebut. Setelah berbincang-bincang,
semua murid/santri laki-laki disuruh turun sedangkan yang wanita diatas
pesantren, dikumpulkan ditanah lapang dengan duduk jongkok dan menghadap
kesungai.
Ø Pukul 12.00
setelah santri laki-laki berkumpul, pimpinan pasukan tersebut meminta kepada
Tengku Bantaqiah untuk menyerahkan senjata yang ia miliki. Karena Tengku
Bantaqiah merasa tidak pernah memiliki senjata yang mereka maksud, maka Tengku
Bantaqiah hanya membantah tuduhan tersebut. Namun dengan pengakuan Tengku
Bantaqiah tentara tidak puas dan lalu mereka mempersoalkan sebuah antenna radio
pemancar yang terpasang pada atap pesantren. Lalu pompinan pasukan tersebut
memerintahkan agar segerap melepaskan antenna tersebut dengah menyuruh putra
Tengku Bantaqiah yang bernama Usman untuk menaiki atap pesantren. Sebelum Usman
menaiki atap pesantren tersebut ia menuju rumah untuk mengambil peralatan,
namun sebelum mencapai rumah yang jaraknya hanya 7 meter dari tempat berkumpul
para santri, seorang pasukan memukul Usman dengan senjata api. Melihat
perlakuan ini, Tengku Bantaqiah mencoba untuk mendekati putranya tersebut.
Bersamaan dengan mendekatnya tengku Bantaqiah ke tempat pemukulan tersebut,
dengan aba-aba tentara menembak Tengku Bantaqiah dengan menggunakan senjata
pelontar BOM sehingga tersungkurlah Tengku Bantaqiah, setelah itu tembakan
beruntun ditujukan ke arah kumpulan Santri. Tanpa perlawanan sama sekali
pasukan ini menembak dengan membabi buta sehingga santri yang jumlahnya mencapi
puluhan orang itu tewas dan terluka.
Ø Setelah penembakan
yag dilakukan berulang ulang ini, pasukan mengumpulkan santri yang masih hidup
untuk dibariskan disebelah rumah tengku Bantaqiah. Beberapa saat kemudian
dengan dalih akan membawa mereka berobat, santri yang mengalami luka atau tidak
sama sekali diangkut dengan menggunakan truk menuju Takengon Aceh Tengah. Hanya
beberapa orang saja yang sengaja ditinggalkan. Ditengah perjalanan menuju
takengon tersebut, santri-santri ini pada kilometer 7 diturunkan dan
diperintahkan untuk duduk jongkok ditepi jurang. Setelah jongkok satu orang
dari para santri ini terjun ke dalam jurang masuk kedalam hutan yang lebat.
Mengetwhui salah santri terjun ke jurang santri yang langsung di tembak
beruntun oleh pasukan pengalawalan ini.
Ø Pukul 16.00
pasukan dengan memerintahkan warga setempat untuk menguburkan Tengku Bantaqiah
dan murid. Sedangkan santri wanita dan istri-istri almarhum dibawa menujua
Mushola yang berada diseberang sungai. Setelah penguburan usai, wanita tersebut
disuruh kembali ke pesantren.
Ø Keadaan terakhir:
pesantren ini sulit untuk dapat melanjutkan aktivitas keshariannya mengingat
saran dan prasarana antara lain kitab-kitab berserta Al-qur'an yang tersedia
telah habis terbakar bersamaan dengan tewasnya Tengku Bantaqiah beserta
sebagian muridnya.
Ø Sebagai akibat
penembakan oleh pasukan TNI terhadap warga pesantren tersebut. Dimana mereka ?
Hasil dari operasi
yang dilakukan oleh TNI terhadap pesantren Tengku Bantaqiah ini masih
menyisakan berbagai pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab. Sehingga
warga Meulaboh atau Aceh Barat menjadi resah. Keresahan ini sangat beralasan
sebab bagaimana mungkin seorang ulama ternama dapat dicabut nyawanya oleh TNI
tanpa prosedur, apalagi mereka rakyat biasa, tentunya lebih gampang lagi
melakukannya. Begitu kira-kira alasan mereka. Dari hasil penelitian warga
setempat, masih belum jelas jumlah yang tewas, sebab menurut saksi, masih
banyak dari murid-murid Bantaqiah sampai saat ini belum ditemukan makamnya atau
keberaaanya. Adapun nama-nama yang tewas dan hilang adalah sebagai berikut :
Korban yang
Tewas dan Hilang :
No
|
Nama
|
Umur
|
Alamat
|
1
|
Tengku Bantaqiah
|
54 th
|
Blang Meurandeh,
Beutong Ateuh
|
2
|
Usman Bantaqiah
|
25 th
|
-
|
3
|
Zubir
|
28 th
|
-
|
4
|
M. Harun Jalludin
|
18 th
|
-
|
5
|
Muhammadin
|
40 th
|
-
|
6
|
Tarmizi Daud
|
30 th
|
-
|
7
|
M.Amin M.
|
28 th
|
-
|
8
|
M. Amin Baron
|
25 th
|
-
|
9
|
M. Huewin
|
32 th
|
-
|
10
|
Jamalol Ade
|
27 th
|
-
|
11
|
Syamsuar
|
27 th
|
-
|
12
|
Tengku Suhaimi
|
28 yh
|
-
|
13
|
Tengku Muhammadin
|
40 th
|
-
|
14
|
Abdul Wahed
|
20 th
|
-
|
15
|
Saidi
|
30 th
|
-
|
16
|
M. Ali Ben
|
26 th
|
-
|
17
|
Muhammad Janata
|
24 th
|
-
|
18
|
Tengku Munir
|
35 th
|
Desa Pusong, Langsa
Aceh Timur
|
19
|
Latana
|
24 th
|
-
|
20
|
Tengku Kupendi
|
30 th
|
-
|
21
|
Mak Ali
|
32 th
|
-
|
22
|
Tengku Yusuf
|
32 th
|
-
|
23
|
Saifl
|
22 th
|
-
|
24
|
Tengku Daud
|
30 th
|
Desa Kuede Gerebak,
Idi Aceh Timur
|
25
|
Salaiman
|
24 th
|
-
|
26
|
Ridwan
|
25 th
|
-
|
27
|
Iqbar
|
26 th
|
-
|
28
|
Junaidi
|
23 th
|
-
|
29
|
Tulisman
|
30 th
|
Ranup Dong Kecamatan
Kaway XVI
|
30
|
Junaidi
|
28 th
|
-
|
31
|
Azis
|
30 th
|
Desa Kuta Balang
|
32
|
Amir
|
32 th
|
-
|
33
|
Tengku Zainal Abidin
|
35 th
|
Idi Aceh Timur
|
34
|
Buchari
|
26 th
|
-
|
35
|
Siabang
|
29 th
|
Buloh, Lhokseumawe
Aceh Utara
|
36
|
Saifullah
|
26 th
|
-
|
37
|
Aidit
|
28 th
|
Aceh Selatan
|
38
|
Tengku Saimi
|
35 th
|
-
|
39
|
Nurdin
|
24 th
|
Julok
|
40
|
Bustamin
|
24 th
|
-
|
41
|
Tengku Tamam
|
35 th
|
Krueng Mane
|
42
|
Tengku Jamin
|
45 th
|
-
|
43
|
Majid
|
26 th
|
Desa Geuregok
|
44
|
Dedi Muktar
|
27 th
|
-
|
45
|
Iwan
|
32 th
|
Matang, Aceh Jeumpa
|
46
|
Usman
|
30 th
|
-
|
47
|
Samsul Bahri
|
28 th
|
Desa Matang Sijuk
|
48
|
Razali
|
24 th
|
Menasah Barok Aceh
Pidie
|
49
|
Nasrul
|
27 th
|
Tringgadeng, Aceh
Pidie
|
50
|
Tengku Zulkarnaen
|
42 th
|
Kila, Aceh Pidie
|
51
|
Mahdi Ubit
|
30 th
|
Kuta Blang
|
52
|
Tengku Mursidin
|
35 th
|
Babah Rot, Aceh
Selatan
|
53
|
Tengku Manaf
|
50 th
|
Lhok Sukon, Aceh
Utara
|
54
|
Sayuti
|
29 th
|
Kandang Aceh Utara
|
55
|
Tengku Sayuti
|
26 th
|
Lamno, Kecamatan Jaya
Aceh Besar
|
56
|
Tengku Sukri
|
27 th
|
Menasah Baro Krueng
Mane
|
Ket: (-) berarti sama
dengan yang diatas
Sumber data : Keluarga
Tengku Bantaqiah.
Sumber artikel : http://makalahpknkasuspelanggaranham.blogspot.co.id/2012_12_01_archive.html
No comments:
Post a Comment