Friday, September 15, 2017

PEMBANTAIAN TENGKU BANTAKIAH

Pembantaian Terhadap Tengku Bantaqiyah dan Muridnya di Aceh (1999)
Beutong Ateuh sebuah wilayah dalam kabupaten Aceh Barat, Meulaboh sebagai kota kabupaten. Pada daerah inilah berdiri sebuah pesantren pada tahun 1982 yang dipimpin oleh seorang Kyai bernama Tengku Bantaqiah. Abu Bantaqiyah begitu para mudirnya memanggilnya adalah seorang alim ulama yang segani dan dihormati keberadaanya. Tak heran bila dikalangan masyarakat Aceh sendiri beliau ditokohkan, mengingat begitu banyak masyarakat Aceh yang belajar agama di pesanteren yang ia pimpin. Murid-muridnya yang berasal dari pelosok daerah Aceh ini, diajarkan pendidikan agama langsung dari beliau dan dibantu oleh seorang kepercayaannya. Aktivitas belajar mengajar dilakukan pada areal yang ia miliki yang berada ditepi sungai beutong. Murid-murid yang berjumlah ratusan ini, selain beljar mereka bercocok tanam seperti nila dan lain sebaginya. Dari hasil pertanian ini mereka bahu membantu untuk menghidupkan aktivitas sehari-harinya. Selin murid-murid menetap di pesantern ini, masih ada lagi murid-murid yang tinggal hanya pada saat mereka beribur dari kerja atau sekolah dan jumlah lebih banyak daripada yang menetap (jumlahnya dalah gitungan ribuan). Tak heran bila banyak murid-murid beliau yang tersebar di segenap penjuru Aceh.
Tengku Bantaqiah yang pernah menolak untuk bergabung dengan Majelis Ulama Indonesia cabang Aceh ini, sekali waktu turung gunung untuk mempersoalkan kemaksiatan di Aceh, dan akhirnya ia dituduh sebagai orang yang memiliki ajaran sesat. Hal ini beliau lakukan pada tahun 1988 dengan beberapa anak muridnya dengan menamakan dirinya Anggota Jubah Putih. Untuk melunakkan hatinya pemerintah daerah Aceh melalui gubernur memberikan bantuan guna membangun sebuah pesantren. Namun rumah pesantren ini, gedung yang sudah terbangun di kecamatan beutong, mereka tolak karena lokasinya jauh dari tempat pesantren mereka. Dengan menolak pemberian ini, Tengku Bantaqiah menjadi orang yang sangat tidak sekuler dikalangan birokrat Aceh pada waktu itu. Sehingga pada tahun 1992 dengan suruhan sebagai Mentri Urusan Pangan Cerakan Aceh Merdeka, beliau dijebloskan dalam tahanan dengan masa tahanan 20 tahun lamanya. Namun saat presiden ke tiga Indonesia (BJ Habibie) hadir di Banda Aceh, atas permintaan warga masyarakat Aceh, Habibie melepaskan Tengku Bantaqiah.

Aktivitas Pesantren
Sebagaimana layaknya kehidupan sebuah pesantren, aktivitas di pesantren Tengku Bantaqiah sangat diwarnai dengan suasana Religius yang sangat mendalam. Hal ini dapat terlihat dari aktivitas sehari-hari mulai dari ibadah sholat Shubuh dipgi hari dilanjutkan degan Szikir kemudian para santri bermujahadah sambil melakukan kegiatan-kegiatan lainnya seperti bertani, bercocok tanam, kerja baktimeperbaiki lingkungan sekitarnya. Kegiatan bermujahadah bagi pesantern Tengku Bantaqiah adalah merupakan satu kekuatan religius yang sangat vital dalam upaya pembentukan tingkat ketaqwaan para muridnya.
Kalaupun ada yang berbeda dari pesantren ini yaitu terlihat bahwa sebagian besar murid-muridnya adalah mereka yang pernah melakukan tindakan-tindakan amoral di masyarakat seperti mabuk-mabukan, mencuri dan tindakan-tindakan kriminalisasi lainnya. Menurut Tengku Bataqiah, untuk apa mengajaka orang yang sudah ada didalam mesjid, justru mereka yang masih di luar mesjidlah yang harus kita ajak. Jumlah santri yang pernah menuntut ilmu di pesantren Tengku Bantaqiah ini tercatat lebih kurang 30.000 orang yang tersebar di berbagai tempat, bukan hanya di Aceh, tapi juga Medan , Jakarta , bahwakan sampai ke Malaysia . Lulusan Pesantren Bntaqiah hdup dan bekrja dalam aktivitas-aktivitas yang beragam, mulai petani, pedagang, pegawai swasta dan pegawai negeri, bahkan anggota TNI. Hal ini menunjukkan bahwa Tengku Bantaqiah tidak pandang bulu dalam menerima murid.
Kini setelah ulama kharismatik tersebut telah tiada, pesantren yang diharapkan dapat melahirkan pemimpin umat, untuk sementara ini kesulitan untuk melanjutkan aktivitas sehari-harinya, karena alat-alat Bantu pengajaran seperti, al-qur'an, kitab kuning, surat-surat yassin habis dibakar oleh pasukan tersebut. Hal ini tentara lakukan ersamaan dengan dibakarnya pakian, KTP, dan barang-barang lain milik Tengku dan muridnya yang tewas pada saat itu. Kini tempat yang jauh dari keramaian ini memubat masyarakat Aceh untuk saat ini enggang untjk bergurau kembali di lebah yang hijau ini, mengingat peristiwa tersebut adalah peristiwa yang cukup membuat mereka terluka untuk selama-lamanya.

Kronologi Pembantaian
Kamis 22 Juli 1999 :
Pasukan TNI yang terdiri dari Kostrad, brimob, dan lain sebaginya mendirikan tenda-tenda diseputar pegunungan beutong Ateuh. Saat itu warga desa telah mengetahui akan keberadaan mereka, namun warga tidak mengetahui tujuan dari didirikannya tenda-tenda tersebut. Pada saat itu juga telah terjadi penembakan terhadap warga yang sedang mencari udang. Peristiwa ini mengakibat satu orang terluka sedangkan yang melarikan diri ke hutan sekitarnya.
Jum'at 23 Juli 1999 :
Ø  Pukul 08.00 pasukan TNI mengamati pesantren Tengku Bantaqiah dari seberang sungai.
Ø  Pukul 09.00 pasukan TNI melakukan pembakaran ruma penduduk yang letaknya kira-kira 100 meter disebelah Timur pesantren Tengku Bantaqiah.
Ø  Pukul 10.00 Pasukan tersebut mulai mendekati pesantren Tengku Bantaqiah.
Ø  Pukul 11.00 Pasukan TNI yang berseragam dan mengenakan senjata lengkap dan sebagian dari mereka menutupi wajahnya dengan cat hitam dan hijau. Mulai memasuki wilayah pesantren.
Ø  Pukul 11.30 Pasukan tersebut dengan mencaci maki dan menghujat Tengku Bantaqiah agar Tengku Bantaqiah mau segera menemui mereka. Dikarenakan pada waktu itu hari Jum'at dan sudah menjadi kebiasaan di pesantren, para santri - berkumpul di pesantren yang memiliki dua lantai yang terbuat dari papan dan kayu balok tetap melakukan seperti biasanya. Setelah cukup lama tengku Bantaqiah turun bersama dengan seorang muridnya untuk menemui pasukan tersebut. Setelah berbincang-bincang, semua murid/santri laki-laki disuruh turun sedangkan yang wanita diatas pesantren, dikumpulkan ditanah lapang dengan duduk jongkok dan menghadap kesungai.
Ø  Pukul 12.00 setelah santri laki-laki berkumpul, pimpinan pasukan tersebut meminta kepada Tengku Bantaqiah untuk menyerahkan senjata yang ia miliki. Karena Tengku Bantaqiah merasa tidak pernah memiliki senjata yang mereka maksud, maka Tengku Bantaqiah hanya membantah tuduhan tersebut. Namun dengan pengakuan Tengku Bantaqiah tentara tidak puas dan lalu mereka mempersoalkan sebuah antenna radio pemancar yang terpasang pada atap pesantren. Lalu pompinan pasukan tersebut memerintahkan agar segerap melepaskan antenna tersebut dengah menyuruh putra Tengku Bantaqiah yang bernama Usman untuk menaiki atap pesantren. Sebelum Usman menaiki atap pesantren tersebut ia menuju rumah untuk mengambil peralatan, namun sebelum mencapai rumah yang jaraknya hanya 7 meter dari tempat berkumpul para santri, seorang pasukan memukul Usman dengan senjata api. Melihat perlakuan ini, Tengku Bantaqiah mencoba untuk mendekati putranya tersebut. Bersamaan dengan mendekatnya tengku Bantaqiah ke tempat pemukulan tersebut, dengan aba-aba tentara menembak Tengku Bantaqiah dengan menggunakan senjata pelontar BOM sehingga tersungkurlah Tengku Bantaqiah, setelah itu tembakan beruntun ditujukan ke arah kumpulan Santri. Tanpa perlawanan sama sekali pasukan ini menembak dengan membabi buta sehingga santri yang jumlahnya mencapi puluhan orang itu tewas dan terluka.
Ø  Setelah penembakan yag dilakukan berulang ulang ini, pasukan mengumpulkan santri yang masih hidup untuk dibariskan disebelah rumah tengku Bantaqiah. Beberapa saat kemudian dengan dalih akan membawa mereka berobat, santri yang mengalami luka atau tidak sama sekali diangkut dengan menggunakan truk menuju Takengon Aceh Tengah. Hanya beberapa orang saja yang sengaja ditinggalkan. Ditengah perjalanan menuju takengon tersebut, santri-santri ini pada kilometer 7 diturunkan dan diperintahkan untuk duduk jongkok ditepi jurang. Setelah jongkok satu orang dari para santri ini terjun ke dalam jurang masuk kedalam hutan yang lebat. Mengetwhui salah santri terjun ke jurang santri yang langsung di tembak beruntun oleh pasukan pengalawalan ini.
Ø  Pukul 16.00 pasukan dengan memerintahkan warga setempat untuk menguburkan Tengku Bantaqiah dan murid. Sedangkan santri wanita dan istri-istri almarhum dibawa menujua Mushola yang berada diseberang sungai. Setelah penguburan usai, wanita tersebut disuruh kembali ke pesantren.
Ø  Keadaan terakhir: pesantren ini sulit untuk dapat melanjutkan aktivitas keshariannya mengingat saran dan prasarana antara lain kitab-kitab berserta Al-qur'an yang tersedia telah habis terbakar bersamaan dengan tewasnya Tengku Bantaqiah beserta sebagian muridnya.
Ø  Sebagai akibat penembakan oleh pasukan TNI terhadap warga pesantren tersebut. Dimana mereka ?

Hasil dari operasi yang dilakukan oleh TNI terhadap pesantren Tengku Bantaqiah ini masih menyisakan berbagai pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab. Sehingga warga Meulaboh atau Aceh Barat menjadi resah. Keresahan ini sangat beralasan sebab bagaimana mungkin seorang ulama ternama dapat dicabut nyawanya oleh TNI tanpa prosedur, apalagi mereka rakyat biasa, tentunya lebih gampang lagi melakukannya. Begitu kira-kira alasan mereka. Dari hasil penelitian warga setempat, masih belum jelas jumlah yang tewas, sebab menurut saksi, masih banyak dari murid-murid Bantaqiah sampai saat ini belum ditemukan makamnya atau keberaaanya. Adapun nama-nama yang tewas dan hilang adalah sebagai berikut :  
Korban yang Tewas dan Hilang :
No
Nama
Umur
Alamat
1
Tengku Bantaqiah
54 th
Blang Meurandeh, Beutong Ateuh
2
Usman Bantaqiah
25 th
-
3
Zubir
28 th
-
4
M. Harun Jalludin
18 th
-
5
Muhammadin
40 th
-
6
Tarmizi Daud
30 th
-
7
M.Amin M.
28 th
-
8
M. Amin Baron
25 th
-
9
M. Huewin
32 th
-
10
Jamalol Ade
27 th
-
11
Syamsuar
27 th
-
12
Tengku Suhaimi
28 yh
-
13
Tengku Muhammadin
40 th
-
14
Abdul Wahed
20 th
-
15
Saidi
30 th
-
16
M. Ali Ben
26 th
-
17
Muhammad Janata
24 th
-
18
Tengku Munir
35 th
Desa Pusong, Langsa Aceh Timur
19
Latana
24 th
-
20
Tengku Kupendi
30 th
-
21
Mak Ali
32 th
-
22
Tengku Yusuf
32 th
-
23
Saifl
22 th
-
24
Tengku Daud
30 th
Desa Kuede Gerebak, Idi Aceh Timur
25
Salaiman
24 th
-
26
Ridwan
25 th
-
27
Iqbar
26 th
-
28
Junaidi
23 th
-
29
Tulisman
30 th
Ranup Dong Kecamatan Kaway XVI
30
Junaidi
28 th
-
31
Azis
30 th
Desa Kuta Balang
32
Amir
32 th
-
33
Tengku Zainal Abidin
35 th
Idi Aceh Timur
34
Buchari
26 th
-
35
Siabang
29 th
Buloh, Lhokseumawe Aceh Utara
36
Saifullah
26 th
-
37
Aidit
28 th
Aceh Selatan
38
Tengku Saimi
35 th
-
39
Nurdin
24 th
Julok
40
Bustamin
24 th
-
41
Tengku Tamam
35 th
Krueng Mane
42
Tengku Jamin
45 th
-
43
Majid
26 th
Desa Geuregok
44
Dedi Muktar
27 th
-
45
Iwan
32 th
Matang, Aceh Jeumpa
46
Usman
30 th
-
47
Samsul Bahri
28 th
Desa Matang Sijuk
48
Razali
24 th
Menasah Barok Aceh Pidie
49
Nasrul
27 th
Tringgadeng, Aceh Pidie
50
Tengku Zulkarnaen
42 th
Kila, Aceh Pidie
51
Mahdi Ubit
30 th
Kuta Blang
52
Tengku Mursidin
35 th
Babah Rot, Aceh Selatan
53
Tengku Manaf
50 th
Lhok Sukon, Aceh Utara
54
Sayuti
29 th
Kandang Aceh Utara
55
Tengku Sayuti
26 th
Lamno, Kecamatan Jaya Aceh Besar
56
Tengku Sukri
27 th
Menasah Baro Krueng Mane
Ket: (-) berarti sama dengan yang diatas

Sumber data : Keluarga Tengku Bantaqiah.
Sumber artikel : http://makalahpknkasuspelanggaranham.blogspot.co.id/2012_12_01_archive.html


No comments:

Post a Comment